Oleh: Afiful Ikhwan*
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Penyelenggaraan
program akselerasi ini merupakan salah satu implementasi dari Undang-undang No.
20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 5 ayat 4, yaitu “Bahwa
warga Negara yang memiliki kercerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh
pendidikan khusus”. Program akselerasi adalah program pelayanan pendidikan
peserta didik yang memiliki potensi cerdas istimewa dan/atau berbakat istimewa
(CI/BI). Dalam program akselerasi, penyelesaian pendidikan dapat ditempuh
dengan jangka waktu yang lebih singkat dibandingkan dengan program seperti
biasanya. Artinya peserta didik kelompok ini dapat menyelesaikan pendidikan di
SD/MI dalam jangka waktu 5 tahun dan di SMP/MTs atau SMA/MA dalam waktu 2
tahun.
Dengan
mengacu pada berbagai hasil penelitian, diperkirakan terdapat 2,2% anak usia
sekolah yang memiliki kualifikasi CI+BI. Menurut data BPS tahun 2006 terdapat
52.989.800 anak usia sekolah. Artinya terdapat sekitar 1.059.796 anak usia
sekolah yang memiliki kualifikasi CI+BI. Berdasarkan data Asosiasi CI+BI
Nasional, baru sekitar 9551 anak CI+BI yang dapat mengikuti program akselerasi.
Ditinjau dari segi kelembagaan, dari 260.471 sekolah, baru 311 sekolah yang
memiliki program layanan bagi anak
Cerdas Istimewa dan Bakat Isitimewa (CI+BI). Sedangkan di
madrasah, dari 42.756 madrasah, baru 7 madrasah yang menyelenggarakan program
akselerasi. Ini berarti masih sedikit sekolah/madrasah yang memberikan layanan
pendidikan kepada siswa CI+BI.
Untuk
itu dirasa perlu menurut penulis mengadakan pengkajian terkait program
akselerasi pada Madrasah di Negara kita, apakah bisa dan tepat diterapkan di
Indonesia? Apakah program itu berhasil atau malah memunculkan carut marut
permasalahan baru pada pendidikan di Negara kita? dan dari mana asal muasal
sejarah program akselerasi itu, sehingga menurut para pembuat kebijakan
pendidikan bisa diterapkan juga pada Negara kita, bagaimana pula menurut tinjauan para pakar pendidikan, tinjauan dari
historis, yuridis dan sosiologis. Semua akan dibahas dalam makalah ini.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana
pengertian program akselerasi?
2. Bagaimana
pedoman dan pelaksanaan program akselerasi menurut tinjauan historis, yuridis dan sosiologis?
3. Mengapa
diperlukan program akselerasi?
4. Bagaimana
pandangan pakar tentang program akselerasi?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk
mengetahui defenisi program akselerasi.
- Untuk mengetahui pedoman dan
pelaksanaan program akselerasi ditinjau dari historis, yuridis dan sosiologis.
- Untuk mengetahui tujuan program
akselerasi.
- Untuk mengetahui tinjauan pakar tentang program akselerasi.
BAB II
PEMBAHASAN
PENGEMBANGAN
PROGRAM AKSELERASI DI MADRASAH
A. Pengertian Program Akselerasi
Akselerasi berasal dari Bahasa
Inggris acceleration yang berarti proses mempercepat; peningkatan kecepatan; percepatan; laju
perubahan kecepatan.[1]
Colangelo
dalam Hawadi memaparkan bahwa istilah
akselerasi menunjuk pada pelayanan yang diberikan (service delivery) dan
kurikulum yang disampaikan (curriculum delivery). Sebagai model
pelayanan, akselerasi dapat diartikan sebagai model layanan pembelajaran cara
lompat kelas, misalnya bagi siswa yang memiliki kemampuan tinggi (IQ di atas
130) diberi kesempatan untuk mengikuti
pelajaran pada kelas yang lebih tinggi dari yang seharusnya. Sementara itu,
sebagai model kurikulum, akselerasi berarti mempercepat bahan ajar dari yang
seharusnya dikuasai oleh siswa saat itu. Akselerasi akan membuat anak berbakat
menguasai banyak isi pelajaran dalam waktu yang sedikit. Anak-anak ini dapat
menguasai bahan ajar secara cepat dan merasa bahagia atas prestasi yang dicapainya.[2]
Menurut Sutratinah Tirtonegoro,
percepatan (acceleration) adalah “cara penanganan anak supernormal
dengan memperbolehkan naik kelas secara meloncat atau menyelesaikan program
reguler di dalam jangka waktu yang lebih singkat.”[3]
Beliau juga menambahkan bahwa variasi bentuk-bentuk percepatan antara lain:
a. Early
Admission
(masuk lebih awal).
b. Advance
Placement
(naik kelas sebelum waktunya, mempercepat waktu kenaikan kelas).
c. Advance
Courses
(mempercepat pelajaran), merangkap kelas dan lain-lain cara untuk mempercepat
kemajuan belajar anak supernormal (anak berbakat).[4]
Hal
yang sama juga diungkapkan oleh Ulya Latifah Lubis dalam Hawadi yang memberikan
pengertian akselerasi sebagai program pelayanan yang diberikan kepada siswa
dengan tingkat keberbakatan tinggi agar dapat menyelesaikan masa belajarnya
lebih cepat dari siswa yang lain (program reguler).[5]
Direktorat Jendral Luar Biasa menyebutkan bahwa “Jenis akselerasi yang digunakan (di
Indonesia) adalah telescoping, yaitu mempersingkat waktu belajar dengan
memberikan materi yang esensial saja kepada siswa cerdas istimewa (anak
berbakat)”.[6]
Siswa yang seharusnya menyelesaikan studi SMP (Sekolah Menengah Pertama) atau
SMA (Sekolah Menengah Atas) dalam waktu 3 tahun dapat menyelesaikan materi
kurikulum (yang telah diversifikasi) dalam waktu 2 tahun saja.
Berdasarkan
pengertian di atas, dapat dipahami bahwa akselerasi adalah program layanan
belajar yang ditujukan bagi mereka yang memiliki kemampuan tinggi (IQ di atas
130) agar dapat menyelesaikan studinya lebih cepat dari anak usia rata-rata sesuai
kecepatan dan kemampuannya.
Program ini secara umum memenuhi
kebutuhan peserta didik yang memiliki karakteristik spesifik dari segi
perkembangan kognitif dan afektif. Secara khusus memberi pelayanan kepada siswa
berbakat untuk dapat menyelesaikan pendidikan lebih cepat dari biasanya.
B. Tinjauan
Historis, Yuridis dan Sosiologis Program Akselerasi
1.
Tinjauan
Historis
Tokoh yang pertama kali merumuskan akselerasi adalah Pressy (1949),
mengemukakan bahwa program akselerasi sebagai kemajuan dalam program pendidikan
dengan laju yang lebih cepat dari pada yang berlaku pada umumnya atau memulai
suatu tingkat pendidikan pada usia yang lebih muda dari pada yang berlaku pada
umumnya.
Ciri-ciri
keberbakatan Program kelas akselerasi dirintis dengan konsepsi keberbakatan
yang digunakan berasal dari Renzulli, Reis &Smith (1978) bahwa keberbakatan
menunjuk pada adanya keterkaitan antara kelompok ciri (kluister) yaitu;
1) Kemampuan
diatas rata-rata
Kemampuan diatas rata -rata mencakup
2 hal yaitu; kemampuan umum dan spesifik. Kemampuan umum terdiri dari kapasitas
untuk memproses info, untuk mengintegrasikan pengalaman, dan hal ini terlihat
dalam proses yang cocok dan adaptif dalam situasi baru, serta kemampuan dalam
berfikir abstrak. Kemampuan spesifik terlihat dalam ekspresi sehari- hari: Kreativitas
Kelancaran, Keluwesan dan Orisinilitas dalam berfikir.
2) Tanggung
jawab terhadap tugas
Ciri yang konsisten ditemukan pada
orang yang tergolong kreatif - produktif adalah memiliki tanggung jawab, suatu bentuk
halus dari motivasi. Jika motivasi biasanya didefinisikan sebagai suatu proses
energi umum yang merupakan faktor pemicu pada organisasi, tanggung jawab energi
tersebut ditampilkan pada tugas tertentu yang spesifik. Sementara itu
Treffinger (1980) mengemukakan sejumlah karakteristik unik anak berbakat ialah
bahwa anak berbakat memiliki karakteristik berikut; 1).Rasa ingin tahu yang
tinggi (Curiosity) 2).Berimajinasi (Imagination) 3).Produktif (Produtivity) 4).Independen
dalam berfikir dan menilai (Independence inthought and judgment) 5).Mau
mengeluarkan biaya lebih untuk mendapatkan informasi dan mewujudkan ide- ide
(Extensive foun of information andideas) 6).Memiliki ketekunan (Presistence) 7).Bersikukuh
dalam menyelesaikan masalah (Commitment tosolving problems) 8).Berkonsentrasi
ke masa depan dan hal-hal yang belum diketahui (Concern with the future and the
unknown), tidak hanyut pada masa lalu, terpaku hari ini, atau cepat puas pada hal-hal
yang sudah diketahui (not merely with the past, thepresent, or the known)[7]
Sejarahnya di Indonesia sendiri
upaya pemerintah untuk memberikan pelayanan pendidikan bagi peserta didik yang
memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa telah dilakukan sejak tahun 1974
dalam bentuk kebijakan atau program. Secara historis kebijakan pemerintah
tersebut penulis gambarkan secara lengkap dan urut kedalam table berikut[8]:
1974
|
Pemberian beasiswa bagi
peserta didik Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah
Menengah Atas (SMA), dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang berbakat dan
berprestasi tinggi tetapi lemah kemampuan ekonomi keluarganya.
|
1982
|
Balitbang Dikbud membentuk
Kelompok Kerja Pengembangan Pendidikan Anak Berbakat (KKPPAB). Kelompok Kerja
ini mewakili unsur-unsur struktural serta unsur-unsur keahlian seperti
Balitbang Dikbud, Ditjen Dikdasmen, Ditjen Dikti, Perguruan Tinggi, serta
unsur keahlian di bidang sains, matematika, teknologi (elektronika, otomotif,
dan pertanian), bahasa, dan humaniora, serta psikologi.
|
1984
|
Balitbang Dikbud menyelenggarakan
perintisan pelayanan pendidikan anak berbakat dari tingkat SD, SMP, SMA di
satu daerah perkotaan (Jakarta) dan satu daerah pedesaan (Kabupaten Cianjur).
Program pelayanan yang diberikan
berupa pengayaan (enrichment) dalam bidang sains (Fisika, kimia, Biologi,
dan Ilmu Pengetahuan Bumi dan Antariksa), matematika, teknologi (elektronika,
otomotif, dan pertanian), bahasa (Inggris dan Indonesia), humaniora, serta
keterampilan membaca, menulis, dan meneliti.
Pelayanan pendidikan dilakukan di
kelas khusus di luar program kelas reguler pada waktu-waktu tertentu.
Perintisan pelayanan pendidikan
bagi anak berbakat ini pada tahun 1986 dihentikan seiring dengan pergantian
pimpinan dan kebijakan di jajaran Depdikbud.
|
1989
|
Di dalam UU no. 2 tahun 1989
tentang Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional pasal 8 ayat 2 dikemukakan
bahwa: “warga negara yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa berhak
memperoleh perhatian khusus”.
Pasal 24, setiap peserta didik
pada satuan pendidikan mempunyai hak-hak sebagai berikut: (1) mendapat
perlakuan yang sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya, (5)
menyelesaikan program pendidikan lebih awal dari waktu yang telah ditentukan.
|
1993/1994
|
Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan menerbitkan kebijakan tentang Sistem Penyelenggaraan Sekolah
Unggul (Schools of Excellence) dan membukanya di seluruh
provinsi sebagai langkah awal kembali untuk menyediakan program pelayanan
khusus bagi peserta didik dengan cara mengembangkan aneka bakat dan
kreativitas siswa.
|
1998/1999
|
Dua sekolah swasta di DKI Jakarta dan
satu sekolah swasta di Jawa Barat melakukan ujicoba pelayanan pendidikan bagi
anak berpotensi kecerdasan dan bakat istimewa dalam bentuk program percepatan
belajar (akselerasi), yang mendapat arahan dari Ditjen Pendidikan Dasar dan Menengah.
|
2000
|
Program percepaan belajar
dicanangkan oleh Menteri Pendidikan Nasional pada Rakernas Depdiknas menjadi
Program Pendidikan Nasional.
Pada kesempatan tersebut Mendiknas
melalui Dirjen Dikdasmen menyampaikan Surat Keputusan (SK) Penetepan Sekolah
Penyelenggara Program Percepatan Belajar kepada 11 sekolah terdiri dari 1 SD,
5 SMP dan 5 SMA di DKI Jakarta dan Jawa Barat.
|
2001/2002
|
Diputuskan penetapan kebijakan
diseminasi program percepatan belajar pada beberapa sekolah di beberapa
provinsi di Indonesia.
|
2003
|
Pasal 32 ayat (1) Pendidikan
khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat
kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik,
emosional, mental, social dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.
|
2006
|
Diterbitkan Permendiknas no.
34/2006 tentang Pembinaan Prestasi Peserta Didik yang memiliki Potensi
Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa.
|
2009
|
DiterbItkan Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Republik Indonesia (Permendiknas RI) No. 70/2009 Tentang “Pendidikan
Inklusif Bagi Peserta Didik Yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi
Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa”.
Pasal 1 : “Dalam Peraturan ini,
yang dimaksud dengan pendidikan inklusif adalah sistem penyelenggaraan
pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang
memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa
untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam satu lingkungan pendidikan
secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya”.
Pasal 5 ayat (1) :
“Penerimaan peserta didik berkelainan dan/atau peserta didik yang memiliki
potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa pada satuan pendidikan
mempertimbangkan sumber daya yang dimiliki sekolah”. Sekolah SSN atau RSBI
adalah sekolah yang memiliki sumber daya yang memadai untuk menyelenggarakan
pendidikan bagai peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau
bakat istimewa dalam bentuk program akselerasi.
|
2010
|
diterbitkan Peraturan Pemerintah
no. 17/2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan.
Pasal 134
(1) Pendidikan khusus bagi
peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa
berfungsi mengembangkan potensi keunggulan peserta didik menjadi prestasi
nyata sesuai dengan karakteristik keistimewaannya.
(2) Pendidikan khusus bagi
peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa
bertujuan mengaktualisasikan seluruh potensi keistimewaannya tanpa
mengabaikan keseimbangan perkembangan kecerdasan spiritual, intelektual,
emosional, sosial, estetik, kinestetik, dan kecerdasan lain.
Pasal 135
(1) Pendidikan khusus bagi
peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa dapat
diselenggarakan pada satuan pendidikan formal TK/RA, SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA,
SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat.
(2)
Program pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan
dan/atau bakat istimewa dapat berupa:
a.
program percepatan; dan/atau
b.
program pengayaan.
(3)
Program percepatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan
persyaratan:
(4) Program percepatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dapat dilakukan dengan menerapkan sistem kredit
semester sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5)
Penyelenggaraan program pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki
potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dapat dilakukan dalam bentuk:
a.
kelas biasa;
b.
kelas khusus; atau
c.
satuan pendidikan khusus.
Pasal 136
Pemerintah provinsi
menyelenggarakan paling sedikit 1 (satu) satuan pendidikan khusus bagi
peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa.
|
2.
Tinjauan Yuridis
Kesungguhan
pemerintah untuk memberikan pelayanan pendidikan bagi anak yang memiliki potensi
kecerdasan dan bakat istimewa secara tegas telah dinyatakan dalam Garis Besar Haluan
Negara (GBHN). Tekad ini berlanjut terus
dari tahun ke tahun, dan dipertahankan dalam Garis -Garis Besar Haluan Negara
berikutnya, penulis menyusunya ke dalam table berikut;
1983
|
"…
Demikian pula perhatian khusus perlu diberikan kepada anak -anak yang
berbakat istimewa
agar mereka dapat mengembangkan kemampuannya secara maksimal".
|
1988
|
“Anak didik berbakat istimewa perlu mendapat perhatian khusus agar mereka
dapat mengembangkan kemampuan sesuai dengan tingkat pertumbuhan pribadinya“.
|
1993
|
“Peserta didik yang memiliki tingkat kecerdasan luar biasa perlu mendapat
perhatian khusus agar dapat dipacu perkembangan prestasi dan bakatnya".
|
1998
|
"Peserta didik yang memiliki tingkat kecerdasan luar biasa mendapat
perhatian dan pelajaran lebih khusus agar dapat dipacu perkembangan prestasi
dan bakatnya tanpa mengabaikan potensi peserta didik lainnya”.[9]
|
Demikian
pula di dalam Undang–Undang Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional
dalam Pasal 8 ayat (2) menegaskan bahwa: Warga negara yang memiliki kemampuan dan
kecerdasan luar biasa berhak memperoleh perhatian khusus.
Begitu pula dalam Pasal 24 dinyatakan bahwa "Setiap peserta didik
pada suatu
satuan pendidikan mempunyai hak –hak sebagai berikut: (1) mendapat perlakuan sesuai dengan
bakat, minat, dan kemampuannya; (2) mengikuti program pendidikan yang
bersangkutan atas dasar pendidikan berkelanjutan, baik untuk mengembangkan kemampuan
diri, maupun untuk memperoleh pengakuan tingkat pendidikan tertentu
yang telah dibakukan; (6) menyelesaikan program pendidikan lebih awal dari waktu
yang telah ditentukan”.
Kesungguhan
untuk mengembangkan pendidikan bagi anak yang memiliki potensi kecerdasan dan
bakat istimewa ditekankan pula oleh Presiden Republik Indonesia ketika
menerima anggota Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional (BPPN) tanggal 19
Januari 1991, yang menyatakan bahwa: Agar lebih memperhatikan pelayanan
pendidikan terhadap anak –anak yang mempunyai kemampuan dan
kecerdasan luar biasa. ”Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional kembali menegaskan
bahwa: Warga Negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak
memperoleh pendidikan khusus (pasal 5 ayat 4).
Begitu pula dalam
pasal 12 ayat 1 dinyatakan bahwa: Setiap
peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak: (b) mendapatkan
pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan
kemampuannya; (f) menyelesaikan program pendidikan sesuai dengan kecepatan belajar
masing-masing dan tidak menyimpang dari ketentuan batas waktu yang ditetapkan.
Demikian
pula dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 22 tahun 2006 tentang Standar
Isi, hal tersebut juga diakomodir pada Bab III yang mengatur tentang beban belajar
yang menggariskan bahwa Program
percepatan belajar dapat diselenggarakan
untuk mengakomodasi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat
istimewa. Pemerintah juga telah menerbitkan
Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Nomor 34 tahun 2006 tentang Pembinaan Prestasi Peserta Didik yang
memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa, yang secara lebih khusus
merupakan payung hukum dan rujukan bagi lebih terbinanya proses seleksi,
pembinaan berkelanjutan, dan pemberian penghargaan bagi peserta ajang kompetisi /
olimpiade.
Kemudian Rancangan Peraturan
Pemerintah yang
akan menjadi dasar pelaksanaan Undang Undang Nomor 20 tahun 2003. Pada draft yang
ada, dapat kita baca di bab VII pasal 109 tentang rumusan Pendidikan khusus merupakan
pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses
pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, sosial,
serta memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa.
Kemudian pada Pasal 117 termaktub rumusan (1) Pendidikan
khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau
bakat istimewa berfungsi mengembangkan potensi keunggulan peserta didik
menjadi prestasi nyata sesuai dengan karakteristik dan kebutuhannya,
dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional (2) Pendidikan khusus
bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat
istimewa bertujuan (a.) membentuk manusia berkualitas yang memiliki
kecerdasan spiritual, emosional, sosial, dan intelektual serta memiliki ketahanan dan kebugaran
fisik; (b) membentuk manusia berkualitas yang kompeten dalam pengetahuan dan
seni, berkeahlian dan berketerampilan, menjadi anggota masyarakat yang
bertanggung jawab, serta untuk mempersiapkan peserta didik mengikuti pendidikan
lebih lanjut dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Selanjutnya
pada pasal berikutnya yaitu 118 dinyatakan bahwa (1) Pendidikan khusus
bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa dapat
diselenggarakan pada satuan pendidikan SD /MI, SMP/MTs, SMA/MA, SMK/MAK, atau
bentuk lain yang sederajat; (2) Program pendidikan khusus bagi peserta
didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa dapat berupa program
percepatan, program pengayaan; atau gabungan program percepatan dan program
pengayaan (3) Penyeleng -garaan program pendidikan khusus bagi peserta
didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa sebagaimana yang
dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan dalam bentuk kelas inklusif, kelas khusus,
satuan pendidikan khusus; atau, satuan pendidikan inklusi.[10]
3.
Tinjauan Sosiologis
Kurikulum
berdiferensiasi[11]
yang dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan pendidikan peserta didik yang
memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa dengan cara memberikan
pengalaman belajar yang berbeda dalam arti kedalaman, keluasan, percepatan,
maupun dalam jenisnya. Jadi
perubahan kurikulum yang
ditekankan dan itu dapat terwujud dalam
berbagai bentuk berikut ini[12]:
a. Perubahan bersifat vertikal, di mana peserta didik diperkenalkan
pada isi kurikulum tertentu yang tidak diperoleh teman-temannya di kelas
reguler.
b. Perubahan bersifat horisontal, berupa penyajian materi dengan
keluasan, kedalaman, dan intensitas yang lebih ditingkatkan dari pada biasanya.
Di sini kurikulum disesuaikan dengan tingkat berfikir abstrak yang
lebih tinggi, konseptualisasi lebih meluas, dan peningkatan kreativitas.
c. Pengalaman belajar yang baru, yang tidak ada dalam
kurikulum umum, misalnya pada tingkat SMA diberikan pelajaran seperti: Ilmu
Kelautan, Metodologi Penelitian, Psikologi Sosial, Ilmu Politik, Ilmu Hukum,
dan sebagainya.
Dalam kenyataannya,
mendiferensiasikan kurikulum berarti mengubah konten proses, produk, dan situasi
(lingkungan belajar). Hal ini bisa dilaksanakan pada setiap jenjang pendidikan
dengan memperhatikan faktor kematangan intelektual, latar belakang, dan
kesiapan belajar serta interes siswa.
Bruner dalam kaitan
dengan ini menyatakan, hendaklah beranjak dari hipotesis bahwa mata pelajaran
apa pun bisa diajarkan secara efektif dengan cara yang jujur pada setiap anak
dalam kondisi perkembangan kapan pun[13].
Dikuatkan juga oleh Sutratinah Tirtonegoro, bahwa untuk melayani pendidikan Anak Supernormal maka perencanaan kurikulum harus mengalami perubahan-perubahan antara lain[14]:
Dikuatkan juga oleh Sutratinah Tirtonegoro, bahwa untuk melayani pendidikan Anak Supernormal maka perencanaan kurikulum harus mengalami perubahan-perubahan antara lain[14]:
a.
Memperkaya kurikulum dengan menambah mata pelajaran.
b. Memberi kesempatan memperkembangkan sosial,
emosi, dan kebudayaan.
c. Dengan mengadakan Sekolah Khusus, Kelas
Khusus, dan Fasilitas-fasilitas khusus.
d. Untuk SLTA lebih diperluas dan diperdalam.
e. Memberi kesempatan seluas-luasnya untuk memperoleh
pengalaman lebih banyak untuk perkembangan bakatnya.
Sebagai contoh ada 2 macam cara yang
memperkaya kurikulum yaitu:
a.
Kurikulum dipadat cepatkan (Process Acceleration)
terutama untuk pengetahuan-pengetahuan seperti: Sains, Matematika, dan Bahasa Asing.
b.
Kurikulum diperluas dan diperkaya isinya.
C.
Tujuan Program Akselerasi
Dengan diselenggarakannya program
ini, ada beberapa alasan yang masuk akal:
- Alasan
efisiensi sosial pragmatis penyelenggaraan pendidikan. Karena Negara
Indonesia yang sedemikian besar, dengan penduduk amat banyak, dilihat
masalah pengembangan sumber daya manusia, tetapi miskin dana untuk
pendidikan, maka lebih baik mendayagunakan dana yang sedikit itu secara
lebih signifikan untuk memacu anak-anak cerdas agar lahir kelompok elite
yang handal untuk memperbaiki kondisi bangsa ini secara lebih cepat, dari
pada dana yang sedikit itu dibagi ratakan ke semua anak tetapi dampaknya
tidak signifikan.
- Membuat
kelas yang relatif homogen sehingga siswa yang merasa luar biasa (cerdas)
tidak dirugikan oleh keterlambatan belajar siswa biasa. Sering dikeluhkan
banyak guru, anak-anak cerdas di kelas heterogen cenderung merasa cepat
bosan belajar dan cenderung mengganggu. Karena itu, anak-anak cerdas ini
perlu mendapat layanan khusus di kelas yang terpisah dari kelas anak
biasa. Dengan begitu, pengelolaan kelasnya menjadi lebih mudah.
- Memberikan
penghargaan (reward) dan perlindungan hak asasi untuk belajar lebih cepat
sesuai dengan potensinya. Menurut Nasichin (dalam Hawadi) Ada dua tujuan
yang ingin dicapai dengan adanya program akselerasi bagi mereka yang
memiliki kemampuan yang lebih, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus.
·
Tujuan
Umum
1. Memberikan pelayanan terhadap peserta
didik yang memiliki karakteristik khusus dari aspek kognitif dan efektifnya.
2. Memenuhi hak asasinya selaku peserta
didik sesuai dengan kebutuhan pendidikan dirinya
3. Memenuhi minat intelektual dan
perspektif masa depan peserta didik.
4. Menyiapkan peserta didik menjadi
pemimpin masa depan
·
Tujuan
Khusus
1. Menghargai peserta didik yang memiliki
kemampuan dan kecerdasan luar biasa untuk dapat menyelesaikan pendidikan lebih
cepat.
2. Memacu kualitas siswa dalam menigkatkan
kecerdasan spiritual, intelektual dan emosional secara berimbang.
3. Meningkatkan efektifitas dan efisiensi
proses pembelajaran peserta didik.[15]
Dalam proses
pembelajarannya, kurikulum yang diberikan pada siswa CI+BI (kelas akselerasi)
tidak boleh sama dengan kelas reguler, karena bobot dan kedalamannya tidak
sesuai dengan karakter siswa CI+BI. Materi yang disajikan kepada anak CI+BI
harus berada pada tingkat tinggi. Dalam konteks yang lebih modern, pengertian
akselerasi tidak hanya isi pelajaran disajikan dalam bentuk yang ringkas dan
dipercepat. Tetapi juga terkait dengan bagaimana teknik instruksional
direkayasa. Oleh karena itu, upaya mengembangkan standar isi mandiri bagi
program CI+BI menjadi penting untuk dilakukan.
1. Permasalahan pada Program Akselerasi
Sejak tahun ajaran
1998/1999 Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) mengadakan uji coba
program akselerasi untuk anak berbakat intelektual. Dengan program ini, lama
belajar siswa dapat dipercepat selama satu tahun pada setiap satuan pendidikan.
Sekolah Dasar (SD) dari enam tahun dipercepat menjadi lima tahun, Sekolah
Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) dan Sekolah Menengah Umum (SMU) dari tiga tahun
menjadi masing-masing dua tahun. Peserta program ini adalah siswa yang memiliki
kemampuan di atas rata-rata, kreatif, dan tanggung jawab terhadap tugas.
Dalam pelaksanaannya,
ternyata ditemukan berbagai masalah. Seorang wakil kepala sekolah salah satu
penyelenggara program ini pernah mengisahkan pengalamannya. Dia berujar,
''Selama pelaksanaan akselerasi di sekolah ini, saya menemukan beberapa hal
yang aneh. Antara lain siswa terlihat kurang komunikasi, mengalami ketegangan,
kurang bergaul dan tidak suka pada pelajaran olah raga. Mereka tegang seperti
robot. Kami juga dapat laporan dari orang tua bahwa kini mereka sulit
berkomunikasi dengan anaknya”.[16]
Hal itu, antara lain
yang mendorong Nuraida untuk melakukan penelitian. Tim Peneliti Pusbangsitek
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta ini lebih
menitikberatkan pada kecerdasan emosional siswa peserta akselerasi pada tingkat
SMU. Dugaannya, kala itu, masalah ini terjadi karena tidak tercapainya salah
satu tujuan program akselerasi, yaitu meningkatkan kecerdasan emosional.
Nuraida menuturkan,
akselerasi yang dilaksanakan di Indonesia adalah akselerasi yang berbasis
kurikulum nasional. Tingkat SMU, misalnya, ada 13 mata pelajaran: Agama, IPS,
PPKN, Bahasa dan Sastra Indonesia, sejarah nasional dan sejarah umum, bahasa
Inggris, pendidikan jasmani dan kesehatan, matematika, fisika, kimia, biologi,
geografi, olah raga dan seni rupa, ditambah dengan sejumlah ekstra kurikuler.
Oleh karena itu, Indonesia memakai jenis akselerasi Telescoping curriculum
dan Compacting curriculum.[17]
Alasan pemilihan jenis
ini agar siswa tidak meninggalkan salah satu pelajaran tersebut. Jadi siswa
mendapatkan semua pelajaran dalam sistem pendidikan nasional. Tekniknya, dengan
mengambil pelajaran yang esensial saja sedangkan materi-materi yang tidak
esensial bisa dipelajari sendiri oleh siswa. Tidak perlu tatap muka. Dengan
cara seperti ini, siswa dapat menyelesaikan pendidikannya dalam waktu lebih
cepat.
Kenyataannya, terdapat
kesulitan karena sistem pendidikan yang sentralistik. Jumlah pelajaran sangat
banyak, namum belum ada layanan individual sesuai dengan bakat dan minat.
Karena itu, harus mengakselerasikan 13 mata pelajaran yang terdapat dalam
kurikulum nasional. Akibatnya siswa sangat merasa berat karena harus
mempelajari semua mata pelajaran dalam waktu yang sangat cepat.
Ini berbeda dengan di
Amerika. Di Negeri Paman Sam tersebut, peserta
didik yang mengikuti program akselerasi tidak diberikan semua mata pelajaran.
Anak berbakat matematika memiliki kurikulum khusus di bidang matematika. Jumlah
pelajaran pun tak banyak. Antara lain; computer science, Humanities, Math,
science course dan writing course. Namun mereka mempelajarinya secara luas
dan mendalam sekali.[18]
Bagi siswa yang telah
menguasai sejumlah pelajaran matematika pada satu tingkatan maka dia
perbolehkan mempelajari matematika pada tingkat yang lebih lanjut. Misalnya
loncat ke kelas yang lebih tinggi, belajar matematika pada tingkat universitas,
kelas gabungan, telescoping kurikulum, dan sebagainya.
Begitulah pelaksanaan
program akselerasi di negeri itu. Tujuannya, meningkatkan efisiensi,
efektivitas, memberikan penghargaan, kesempatan untuk berkarir lebih cepat dan
meningkatkan produktivitas. Hal ini sangat mungkin dilakukan karena sistem
pendidikan mereka sangat fleksibel. Artinya dalam sistem pendidikan mereka,
pemerintah memberikan kebebasan kepada tiap negara bagian untuk mengelola
pendidikan sesuai bakat dan minat. Pemerintah hanya memberikan rambu-rambu
secara garis besar yang harus dimiliki oleh warga setelah lulus.
Jadi, bisa dipahami mengapa akselerasi yang dilaksanakan di
Amerika berhasil dengan baik dan dalam waktu yang relatif cepat mampu
menghasilkan sejumlah saintis. Kurikulum yang mereka kembangkan sangat
fokus, tergantung pada bakat yang dimiliki oleh seorang anak. Anak yang
berbakat matematika hanya memperdalam matematika dan pelajaran yang serumpun
dengannya. Dengan cara ini akan memudahkan anak-anak menguasai pelajaran yang
diberikan oleh gurunya. Inilah teknik mencetak orang ahli dalam bidangnya.
Apakah tujuan
pelaksanaan program akselerasi di Indonesia yang telah dirumuskan akan berhasil
dengan menggunakan kurikulum nasional bermuatan 13 mata pelajaran? Penelitian
Nuraida yang menitik beratkan pada aspek kecerdasan
emosional tidak menemukan pengaruh yang berarti. Itu
diketahui setelah melakukan tes kecerdasan emosional pada kelas akselerasi dan
dibandingkan dengan siswa kelas reguler pada sekolah yang sama dan umur yang
sama.[19]
Hasil tes pengukuran
kecerdasan emosional menunjukan bahwa skor kecerdasan emosional siswa
akselerasi lebih rendah dari pada siswa reguler. Namun rendahnya tidak
signifikan. ''Jadi bisa dikatakan sama dengan siswa kelas reguler,'' tuturnya.[20]
Ini dapat disimpulkan bahwa program
akselerasi Indonesia yang berbasis kurikulum nasional belum mencapai tujuan
yang telah dirumuskan, seperti meningkatkan kecerdasan emosional. Siswa banyak
yang stres, tegang, dan jarang komunikasi. Pada hal menurut hasil penelitian
yang dihimpun oleh Barbara Clark (1982) tentang anak berbakat Matematika usia
12-13 tahun pada Universitas John Hopkins Amerika, jelas Nuraida[21], skor penyesuaian emosional dan sosial peserta program akselerasi
di atas rata-rata, menurut penulis
program akselerasi hanya belum tepat atau belum siap diterapkan di Indonesia
jika ditinjau dari aspek sosiologis masyarakat siswa khususnya di Negara kita,
masih perlu kesiapan setiap siswa tersebut yang matang dengan lebih mengerucut
kepada bakat dan keahlian sebagaiaman mengerucutnya ke-linier-an yang
dituntut pada tataran Perguruan Tinggi, sebagaimana yang telah lama diterapkan
di negara-negara maju pula.
2. Kurikulum Program
Akselerasi
Kurikulum
merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran
serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyeleggaraa kegiatan
belajar-mengajar. Sedang menurut (Tyler 1949, dalam Siskandar) pengertian
kurikulum mencakup empat pertanyaan yang mendasar yang harus dijawab dalam
mengembangkan kurikulum dan rencana pengajaran yaitu (a) apa tujuan yang harus
dicapai oleh sekolah, (b) pengalaman-pengalaman belajar seperti apa yang dapat
dilaksanakan guna mencapai tujuan yang dimaksud, (c) bagaimana pengalaman
tersebut diorganisasikan secara efektif, dan (d) bagaimana cara menentukan
bahwa tujuan pendidikan telah tercapai.
Dari
pernyataan di atas dapat disimpulkan kurikulum memiliki empat unsur, yaitu: (1)
tujuan yang ingin dicapai, (2) struktur dan isi kurikulum yang berupa mata
pelajaran dan kegiatan serta pembagian waktu yang dugunakan dalam kegiatan
belajar-mengajar, (3) pengorganisasian kegiatan belajar-mengajar, dan (4)
penilaian utuk mengetahui apakah tujuan telah tercapai atau belum.
Muatan
materi kurikulum untuk program akselerasi tidak berbeda dengan kurikulum
standar yang digunakan untuk program regular. Perbedaannya
terletak pada penyusunan kembali struktur program pengajaran dalam alokasi
waktu yang lebih singkat. Program akselerasi ini akan menjadikan kurikulum
standar yang biasanya ditempuh siswa SMA dalam tiga tahun menjadi hanya dua
tahun. Pada tahun pertama, siswa akan mempelajari seluruh materi kelas satu ditambah dengan
setengah materi kelas dua.
Di tahun kedua, mereka akan mempelajari materi kelas 2 yang tersisa dan seluruh
materi kelas 3.
Pengaturan
kembali program pembelajaran pada kurikulum standar yang biasanya diberikan
dengan alokasi waktu sembilan cawu menjadi enam cawu[22]
dilakukan tanpa mengurangi isi kurikulum. Kuncinya
terletak pada analisis materi kurikulum dengan kalender akademis yang dibuat
khusus. Seperti diketahui, untuk siswa berbakat intelektual dengan keberbakatan
tinggi, tidak semua materi kurikulum standar perlu disampaikan dalam bentuk
tatap muka dan atau dengan irama belajar yang sama dengan siswa regular.
Oleh
karena itu, setiap guru yang mengajar di kelas akselerasi perlu terlebih dahulu
melakukan analisis materi pelajaran untuk menentukan sifat materi yang esensial
dan kurang. Suatu materi dikatakan memiliki konsep esensial bila memenuhi
kriteria berikut ini: (1) konsep dasar; (2) konsep yang menjadi dasar untuk
konsep berikut; (3) konsep yang berguna untuk aplikasi; (4) konsep yang sering
muncul pada Ebtanas; (5) konsep yang sering muncul pada UMPTN untuk SMA. Materi
pelajaran yang diidentifikasi sebagai konsep-konsep yang esensial
diprioritaskan untuk diberikan secara tatap muka, sedangkan materi-materi yang
non-esensial, kegiatan pembelajarannya dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan
mandiri.
Dijelaskan
juga oleh Conny R Semiawan, sesuai dengan karakter anak yang berkemampuan
kecerdasan di atas rata-rata ini, kurikulum atau Garis-Garis Besar Program
Pengajaran (GBPP) atau materi pelajaran telah didiskusikan dan disusun oleh
pusat pengembangan kurikulum sejak 1981. Sebelum
uji coba pelaksanaan Program Anak Berbakat dilaksanakan tahun 1984 kurikulum
berdeferensiasi dibuat. Dikaitkan dengan hal di atas kemampuan gurulah yang
selalu harus ditingkatkan, misalnya kecekatan dalam hal menganalisis kurikulum
sesuai perkembangan anak dan kebutuhan penanjakan kemampuan fikir atau mental
anak dan membuat anak senang belajar.
Kurikulum
yang digunakan pada program akselerasi adalah kurikulum Nasional dan muatan
lokal, yang dimodifikasi dengan penekanan pada materi yang esensi dan
dikembangkan melalui sistem pembelajaran yang dapat memacu dan mewadahi
integrasi pengembangan spiritual, logika, etika, dan estetika serta
mengembangkan kemampuan berfikir holistik, kreatif, sistemik, linier, dan
konvergen utuk memenuhi tuntutan masa kini dan masa depan.
Dengan
demikian kurikulum program akselerasi adalah kurikulum yang diberlakukan untuk
satuan pendidikan yang bersangkutan, sehingga lulusan program akselerasi
memiliki kualitas dan standar kompetensi yang sama dengan lulusan program
reguler. Perbedaannya hanya terletak pada waktu keseluruhan yang ditempuh dalam
menyelesaikan pendidikannya lebih cepat bila dibanding dengan program reguler.
Kurikulum
akselerasi ini dikembangkan secara diferensiatif. Artinya kurikulum yang
digunakan disesuaikan dengan kemampuan yang dimiliki oleh siswa. Diferensiasi
dalam kurikulum akselerasi menurut Cledening & Davies, 1983 (dalam Hawadi
Dkk) adalah isi pelajaran yang menunjuk pada konsep dan proses kognitif tingkat
tinggi, strategi intruksional yang akomodatif dengan gaya belajar anak berbakat
dan rencana yang memfasilitasi kinerja siswa.
Kurikulum
ini mencakup empat dimensi dan satu sama lainnya tidak dapat dipisahkan.
Dimensi itu adalah:
1. Dimensi Umum
Merupakan
kurikulum inti yang memberikan keterampilan dasar pengetahuan, pemahaman,
nilai, dan sikap yang memungkinkan siswa dapat berfungsi sesuai dengan tuntutan
di masyarakat ataupun tantangan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Dimensi umum ini merupakan kurikulum inti yang juga diberikan kepada siswa lain
dalam jenjang pendidikan yang sama.
- Dimensi
Diferensiasi
Dimensi
ini berkaitan dengan ciri khas perkembangan peserta didik yang mempunyai
kemampuan dan kecerdasan luar biasa, yang merupakan program khusus dan pilihan
terhadap bidang studi tertentu. Siswa dapat memilih bidang studi yang
diminatinya untuk dapat diketahui lebih luas dan mendalam.
- Dimensi
Non Akademis
Dimensi
ini memberikan kesempatan peserta didik utuk belajar di luar kegiatan sekolah
formal melalui media lain seperti radio, televisi, internet, CD-Rom, wawancara
pakar,kunjungan ke museum dan sebagainya.
- Dimensi
Suasana Belajar
Pengalaman
belajar yang dijabarkan dari lingkugan keluarga dan sekolah. Iklim akademis,
sistem ganjaran dan hukuman, hubugan antar siswa, hubungan siswa dengan guru,
antara guru dengan orang tua siswa, hubungan siswa dengan orang tua merupakan
unsur yang menentukan lingkungan belajar.
Pengembangan
kurikulum berdiferensiasi untuk program percepatan belajar dapat dilakukan
dengan melakukan modifikasi kurikulum nasional dan muatan lokal dengan cara sebagai
berikut:
- Modifikasi alokasi waktu, yang
disesuaikan kecepatan belajar bagi siswa yang memiliki potensi kecerdasan
dan bakat istimewa ;
- Modifikasi isi/materi, dipilih
yang esensial;
- Modifikasi sarana-prasarana, yang
disesuaikan dengan karakteristik siswa yang memiliki potensi kecerdasan
dan bakat istimewa yakni senang menemukan sendiri pengetahuan baru;
- Modifikasi lingkungan belajar yang
memungkinkan siswa memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa dapat
memenuhi kehausan akan pengetahuan;
- Modifikasi pengelolaan kelas, yang
memungkinkan siswa dapat bekerja di kelas, baik secara mandiri,
berpasangan, maupun kelompok.[23]
D. Tinjauan
Pakar tentang Program Akselerasi
Berbagai penelitian mengenai siswa unggul dan adanya program
akselerasi di berbagai Negara yang berusaha mengakomodasi kebutuhan golongan
siswa tersebut, termasuk pula berbagai pro dan kontra mengenai dampak
akselerasi dari berbagai aspek. Dimulai dari berbagai penelitian yang dilakukan
pada beberapa SMA di Indonesia yang memiliki program akselerasi, guru besar
baru Asmadi Alsa menyimpulkan beberapa hal, diantaranya bahwa siswa akselerasi
memang memperoleh percepatan dalam hal perkembangan secara kognitif, namun
tidak dalam hal afektif dan psikomotorik.
Namun begitu, aktivitas belajar yang padat dapat memacu
siswa sehingga memiliki daya juang yang tinggi dalam belajar, karena memang
tidak ditemukan adanya dampak negatif dari hal itu. Meski demikian, pemantauan
pada semester awal menjadi amat penting dalam rangka melakukan tindakan
lanjutan bagi siswa yang ditemukan memiliki potensi tidak cukup mampu melakukan
penyesuaian diri dengan tuntutan program maupun juga lingkungan akademik dan
sosial yang baru. Bagaimanapun, evaluasi terhadap program akselerasi di
Indonesia harus terus dilakukan dari berbagai aspek. Keberhasilan akselerasi di
Negara lain tidaklah dapat menjadi pegangan, mengingat kondisi demografis dan
sosio-kultural yang berbeda.
Dengan tekad seluruh pihak, terutama Departemen Pendidikan
Nasional untuk mengakomodasi kebutuhan adanya pendidikan yang berkualitas bagi
semua pihak, termasuk bagi para siswa unggul, semoga saja program akselerasi
yang kini telah berjalan (dan kelak akan dikembangkan) dapat menghasilkan
calon-calon pemimpin bangsa yang berintegritas tinggi.[24]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
- Akselerasi adalah program layanan belajar yang
ditujukan bagi mereka yang memiliki kemampuan tinggi (IQ di atas 130) agar
dapat menyelesaikan studinya lebih cepat dari anak usia rata-rata sesuai
kecepatan dan kemampuannya.
- Tinjauan Historis: Tokoh yang pertama kali
merumuskan akselerasi adalah Pressy (1949), mengemukakan bahwa program
akselerasi sebagai kemajuan dalam program pendidikan dengan laju yang
lebih cepat dari pada yang berlaku pada umumnya atau memulai suatu tingkat
pendidikan pada usia yang lebih muda dari pada yang berlaku pada umumnya. Tinjauan
Yuridis: dalam
GBHN; "Peserta didik yang
memiliki tingkat kecerdasan luar biasa mendapat perhatian dan pelajaran
lebih khusus agar dapat dipacu perkembangan prestasi dan bakatnya tanpa
mengabaikan potensi peserta didik lainnya”. Dalam Undang–Undang; Nomor 2 tahun
1989 tentang Sisdiknas Pasal 8 ayat (2) menegaskan: Warga negara yang memiliki kemampuan
dan kecerdasan luar biasa berhak memperoleh perhatian khusus. Dalam Permendiknas; No.22 th.2006
tentang Standar Isi, yang mengatur tentang beban
belajar yang menggariskan bahwa: Program percepatan belajar
dapat diselenggarakan
untuk mengakomodasi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan
dan bakat istimewa. Tinjauan
Sosiologis:
Kurikulum berdiferensiasi yang dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan
pendidikan peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat
istimewa dengan cara memberikan pengalaman belajar yang berbeda dalam arti
kedalaman, keluasan, percepatan, maupun dalam jenisnya.
- Tujuan Umum
program akselerasi; Memberikan pelayanan terhadap peserta didik yang
memiliki karakteristik khusus, memenuhi hak asasinya sesuai kebutuhan, memenuhi
minat intelektual dan perspektif masa depan, menyiapkan pemimpin masa
depan. Tujuan Khusus; Menghargai peserta
didik yang memiliki kecerdasan luar biasa, memacu kualitas siswa meningkatkan kecerdasan
spiritual, intelektual dan emosional, meningkatkan efektifitas dan
efisiensi proses pembelajaran peserta didik.
- Menurut pakar; siswa akselerasi memang memperoleh percepatan dalam hal perkembangan secara kognitif, namun tidak dalam hal afektif dan psikomotorik untuk mengakomodasi kebutuhan adanya pendidikan yang berkualitas bagi semua pihak, termasuk bagi para siswa unggul.
DAFTAR
PUSTAKA
Alsa,
Asmadi. 2007. Program akselerasi SMA ditinjau dari
sudut pandang psikologi pendidikan. Yogyakarta:
Universitas Gajah Mada.
Boy, Wizard. Akselerasi
or Acceleration, dalam: http://accelerationclass.blogspot.com/2007/12/berhasilkah-program-akselerasi-kita_07.html
diakses pada Kamis, 01 Nov 2012.
Braggett,
EJ. 1994, Developing Programs for Gifted Students. Australia: Hawker Brownlow Education.
Hawadi,
Akbar, Reni. 2004. Akselerasi: A-Z Informasi Program Percepatan Belajar dan
Anak Berbakat Intelektual, Jakarta: Grasindo Widiasarana Indonesia.
__________, 2001. Kurikulum Berdiferensiasi. Jakarta: Grasindo Widiasarana Indonesia.
Jones, E. D., and Southern, W. T., t.t. Types
of Acceleration: Dimensions and Issues, by, A
Nation Deceived, V. II, Chapter 1.
Kamdi,
Waras. Kelas Akselerasi dan Diskriminasi Anak.
Kompas Online, 24 dan 26 Juli 2004. Dalam http://www.majalahpendidikan.com/2011/04/pengertian-dan-tujuan-program.html
diakses pada Kamis 01 Nov 2012.
Muhamad,
Amril. Sejarah Program Akselerasi di Indonesia. Dalam http://asosiasicibinasional.wordpress.com/2011/08/13/sejarah-program-akselerasi-di-indonesia/
diakses pada Kamis 01 Nov 2012.
Nuraida, Hawadi, L.F., Moesono,
A. 2007. Dampak Program Akselerasi Indonesia yang Berbasis Kurikulum Nasional
Terhadap Kecerdasan Emosional Siswa Peserta Akselerasi Tingkat SMA di Jakarta. Jurnal
Keberbakatan dan Kreativitas “Gifted Review”. Vol. 1 No. 1. T.p.
Pendidikan Dasar dan Menengah, Direktorat.
2003. Pedoman Penyelenggaraan Program Percepatan
Belajar. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Rogers, KB. 2002. Re-Forming Gifted Education, Arizona: Great Potential Press, Inc.
Semiawan, Conny. 1997. Perspektif Pendidikan
Anak Berbakat. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana.
Sekolah
Luar Biasa, Direktorat Pembinaan. 2010. Panduan
Guru dan Orang tua Pendidikan Cerdas Istimewa.
Jakarta:
Kementrian Pendidikan Nasional.
Tirtonegoro,
Sutratinah. 2001. Anak Supernormal dan Program Pendidikannya, Yogyakarta:
Bumi Aksara.
[1]Definisi Akselerasi, online,
www.artikata.com/arti-318216-akselerasi.html, diakses pada 05 Okt 2012.
[2]Reni Akbar-Hawadi
(Ed), Akselerasi: A-Z Informasi Program Percepatan Belajar dan Anak Berbakat
Intelektual (Jakarta: Grasindo
Widiasarana Indonesia, 2004), 5-6.
[3]Sutratinah Tirtonegoro,
Anak Supernormal dan Program Pendidikannya (Yogyakarta: Bumi Aksara,
2001), 104.
[5]Hawadi, Akselerasi...,
121.
[6]Direktorat Pembinaan
Sekolah Luar Biasa, Panduan Guru dan Orang tua Pendidikan Cerdas Istimewa (Jakarta:
Kementrian Pendidikan Nasional, 2010), 60.
[8]Amril Muhamad, Sejarah
Program Akselerasi di Indonesia dalam http://asosiasicibinasional.wordpress.com/2011/08/13/sejarah-program-akselerasi-di-indonesia/
diakses pada Kamis 01 Nov 2012.
[9] M.
Fakhrudin, Program Percepatan Belajar (Akselerasi) Sebagai Salah Satu
Inovasi Labschool dalam Memberikan Layanan Belajar bagi Siswa Cerdas Isitmewa, PDF,
4-5.
[10]Ibid.
[11]Diferensiasi:
proses
pembedaan hak dan kewajiban warga masyarakat berdasarkan perbedaan usia, jenis
kelamin, kemampuan dan
pekerjaan,dalam http://www.artikata.com/arti-325219-diferensiasi.html, diakses
pada Kamis,01 Nov 2012.
[12]Direktorat Pendidikan Dasar dan Menengah, Pedoman Penyelenggaraan Program Percepatan Belajar (Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional,2003), 41-42.
[13]Conny Semiawan, Perspektif Pendidikan Anak Berbakat
(Jakarta: PT Gramedia Widiasarana, 1997), 141.
[15] Waras Kamdi, Kelas
Akselerasi dan Diskriminasi Anak, Kompas Online, 24 dan 26 Juli 2004. dalam
http://www.majalahpendidikan.com/2011/04/pengertian-dan-tujuan-program.html
diakses pada Kamis 01 Nov 2012
[16]Wizard Boy, Akselerasi or Acceleration, dalam http://accelerationclass.blogspot.com/2007/12/berhasilkah-program-akselerasi-kita_07.html
diakses pada Kamis, 01 Nov 2012.
[17]Ibid.
[18]E.
D. Jones and W. T. Southern. Types of Acceleration: Dimensions and
Issues,” by, A Nation Deceived, V. II, Chapter 1, 5–12.
[19]Nuraida,
Hawadi, L.F. dan Moesono, A. (2007). Dampak Program Akselerasi Indonesia yang
Berbasis Kurikulum Nasional Terhadap Kecerdasan Emosional Siswa Peserta
Akselerasi Tingkat SMA di Jakarta. Jurnal Keberbakatan dan Kreativitas
“Gifted Review”. Vol. 1 No. 1, 47-54.
[20]Ibid.
[22]Memakai kata
cawu: menurut pemakalah, penulis buku masih berorientasi pada sistem cawu,
belum semester. Pemakalah mencari refrensi yang berorientasi pada semester
belum ditemukan.
[23]Reni Akbar-Hawadi Dkk, Kurikulum Berdiferensiasi (Jakarta:
Grasindo Widiasarana Indonesia, 2001), 3.
[24]Asmadi Alsa, Program akselerasi SMA ditinjau dari sudut pandang psikologi
pendidikan (Jogja: Universitas Gajah Mada,
2007) disampaikan pada pengukuhan Guru Besar Fak. Psikologi Rabu 6 Juni 2007.
*) Penulis: Mahasiswa SPS Program Doktor MPI UIN Maliki Malang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar